Merayakan Keberlanjutan dan Budaya Lewat Panggung JF3 2024


JF3 2024 telah menjadi penanda penting dalam perjalanan fashion Indonesia, menegaskan bahwa keberlanjutan dan pelestarian budaya bukanlah tren sementara, melainkan komitmen jangka panjang. Diselenggarakan tahun lalu di Summarecon Mall Kelapa Gading dan Serpong, JF3 2024 menghadirkan parade karya yang menggugah dan sarat makna dari para desainer dan pelaku kreatif tanah air maupun mancanegara.

Cita Tenun Indonesia (CTI) menampilkan parade “Jalinan Lungsi Pakan” yang menjadi sorotan utama. Koleksi dari desainer ternama seperti Andreas Odang, Eri Dani, Hian Tjen, TANGAN Official, dan Sherlyta Puspa Lestari mengangkat tenun tradisional dari berbagai daerah, mulai dari Songket Bali hingga Tenun Pulau Tidore. CTI pun telah menjalankan program pelatihan intensif selama satu tahun untuk para penenun, dengan fokus pada efisiensi, keberlanjutan, serta pemahaman terhadap pasar fashion modern.

Indonesian Fashion Designer Council (IFDC) melalui tema “Kain Negeri” menghadirkan koleksi penuh eksplorasi dari Rama Dauhan, Yosafat Dwi Kurniawan, dan Willsen Willim. Mereka berkolaborasi dengan pengrajin batik dan tenun untuk menciptakan koleksi yang menyatukan teknik tradisional dan pendekatan desain kontemporer.

Dari kancah internasional, desainer asal Prancis Armine Ohanyan menghadirkan koleksi “CYBERDISTORTION” yang menggunakan bahan sisa dari rumah mode mewah. Ia mengedepankan konsep non-waste dengan menciptakan koleksi terbatas demi meminimalkan limbah tekstil dan menonjolkan desain futuristik yang berakar pada nilai keberlanjutan.

JF3 2024 juga diramaikan oleh inisiatif PINTU Incubator, yang berkolaborasi dengan École Duperré Paris dalam mempresentasikan karya dari brand seperti ARAE, Enigma Art Textile, SENSES, dan Tales and Wonders. Mereka menampilkan koleksi berbahan alami, teknik pewarnaan ramah lingkungan, dan produksi terbatas yang berorientasi pada ekonomi sirkular.

Raegita Zoro turut mencuri perhatian lewat koleksi “Wonderpieces”, yang mengubah sisa kain produksi seperti katun, spandex, dan organza menjadi busana edgy dan penuh warna. Sementara itu, Bespoke Project melalui tema “Intrinsic Motivation” memperlihatkan proses upcycle bahan dari koleksi lamanya menjadi karya baru yang lebih relevan.

Future Loundry menghadirkan “Deepscroll Healing”, sebuah koleksi yang mengolah 70% bahan bekas dari pasar Kreneng di Denpasar dan material sisa industri retail menjadi busana dengan siluet unik dan narasi visual yang kuat.

LAKON Indonesia, yang digawangi oleh Thresia Mareta, tetap konsisten menghadirkan karya-karya yang memberdayakan perajin tradisional. Koleksi bertajuk “Pasar Malam” yang berkolaborasi dengan Maestro Batik Dudung Alisyahbana menyuguhkan sentuhan nostalgia dan kehangatan budaya dalam balutan busana modern.

Henri Winata dalam “Sprezzatura Collection” memilih material dari pemasok yang bertanggung jawab dan memperkaya koleksinya dengan aksesoris dari bahan alami. Brand seperti FUGUKU, Bertjorak, Earth Major, Toba Tenun, Sroja, dan Rajoet juga menyuarakan praktik produksi ramah lingkungan, dari penggunaan kain daur ulang, serat alami, hingga pemberdayaan komunitas lokal.

JF3 2024 bukan sekadar festival, melainkan sebuah gerakan, sebuah selebrasi mode dan budaya yang berakar kuat pada warisan Nusantara, namun terus berkembang menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Festival ini membuktikan bahwa fashion Indonesia memiliki kekuatan untuk menyuarakan nilai-nilai penting tentang keberlanjutan, pelestarian budaya, dan inovasi. Lebih dari sekadar panggung pertunjukan, JF3 menjadi platform edukasi dan inspirasi yang mendorong seluruh ekosistem fashion untuk lebih peduli terhadap bumi serta kekayaan budaya bangsa.